Perioperatif Bedah Minor

00 Modul Minor
Perioperatif



Paradigma lama beranggapan, jika operasi dapat dilakukan dengan teknik yang baik dan sempurna dapat memberikan hasil post op yang baik.
Ternyata dengan teknik yang baik tanpa disertai persiapan pre op dan perawatan post op yang benar banyak menimbulkan komplikasi dan akhirnya menghasilkan outcome yang buruk


Perhatian yang perlu diberikan bukan hanya pada teknik operasi, tetapi juga pada persiapan operasi yang menyangkut kondisi pasien misalnya adanya penyakit sistemik atau lokal pada penis, status gizi dan penyakit bawaan yang diderita. Perawatan post op dari mulai pemeliharaan luka, pemakaian obat dan pemantauan komplikasi juga perlu mendapat perhatian.

4.1 Keadaan Umum
Banyak faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan operasi, mulai dari kondisi umum preoperatif, apakah pasien dalam keadaan sakit, sakit ringan, atau ada kelainan bawaan. Keadaan umum seperti demam, adanya edema anasarka, hipoalbuminemia, anemia, sepsis, dan kondisi sistemik lainnya akan berpengaruh terhadap out come yang dihasilkan. Faktor lain yang besar pengaruhnya adalah perawatan post operatif. Edukasi dari dokter hendaknya disampaikan secara sistematis dan lengkap sesuai dengan tingkat pemahaman dari pasien dan keluarganya. Status gizi dan higiene seringkali luput dari perhatian operator. Perbaikan keadaan umum mutlak dilakukan sampai optimal, mengingat khitan umumnya adalah tindakan elektif, bukan tindakan emergensi.
Keadaan kardiopulmonal, akan sangat berpengaruh jika tindakan dilakukan dalam narkose umum. Infeksi sistemik akut ataupun kronis, kelainan sistemik bawaan ataupun didapat yang berpengaruh terhadap hemostasis, wound healing, dan reaksi hipersensitivitas, misalnya hemofili, ITP, penyakit kolagen, alergi terhadap obat sistemik ataupun topikal. Status gizi memiliki pengaruh yang besar yang akan terlihat dalam proses penyembuhan luka dan kerentanan terhadap infeksi post operatif.
Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain :

1. Kelainan Hemostatis
Kelainan hemostasis penting sekali untuk diperhatikan dengan seksama karena dapat mengakibatkan risiko yang serius selama ataupun setelah operasi. Perlu ditanyakan riwayat kelainan perdarahan, antara lain:
a. Riwayat perdarahan yang lama setelah luka.
b. Riwayat kulit mudah membiru jika terkena benturan ringan.
c. Riwayat perdarahan lama setelah cabut gigi atau gigi tanggal.
d. Riwayat gosok gigi sering berdarah.
e. Riwayat perdarahan yang lama pada keluarga jika luka.
f. Riwayat perdarahan pada operasi sebelumnya.
Jika masalah perdarahan sudah terjadi sejak bayi,misalnya perdarahan yang sulit berhenti setelah pemotongan tali pusat, perlu dipikirkan defisiensi F XII, afibrinogenemia atau defisiensi F VII. Jika setelah cabut gigi timbul perdarahan yang terlambat (delayed bleeding) perlu dipikirkan defisiensi F VIII atau F IX ringan. Perlu juga ditanya adanya kemungkinan kelainan trombosit sehingga penderita mendapat obat anti koagulan atau anti agregasi trombosit . Perlu diperhatikan juga penyakit lain yang berpengaruh terhadap sistem hemostatis, misalnya penyakit hati, gagal ginjal dan penyakit mieloproliperatif.
Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan :
• Tanda kecenderungan perdarahan (hematom,petekhie,purpura,ekimosis).
• Deformitas sendi atau hemartrosis.
• Hepato dan atau spenomegali.


2. Diabetes Mellitus
Adakah polidipsi (sering minum), poliuri (sering kencing), polifagi (sering makan), pruritus (gatal-gatal), parestesi (sering kesemutan),dan riwayat kencing manis pada keluarga.



3. Riwayat Penyakit Menular
Untuk menghindari penularan akibat kontak dengan darah atau cairan tubuh lainnya, ataupun penularan melalui instrumen (iatrogenik) perlu dicari adanya penyakit menular. Penyakit yang perlu disingkirkan, misalnya hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D, HIV dan AIDS.

4. Riwayat Alergi Obat
Adakah reaksi gatal-gatal, panas, kemerahan pada kulit, pusing, atau pingsan setelah memakan/disuntik obat-obatan tertentu. Atau dapat juga terjadi setelah pengolesan obat lokal, seperti iodin. Jika terdapat alergi iodin, dapat digunakan savlon sebagai antiseptiknya.

5. Riwayat Penyakit Jantung dan Paru
Berkaitan dengan proses anestesi jika dilakukan dalam narkose/ bius umum. Sebelum tindakan operasi dapat dilakukan pemeriksaan foto thoraks atau jika perlu dilakukan EKG.

6. Status Gizi
Status gizi berkaitan dengan proses wound healing. Makin buruk status gizi maka kita harus berpikir untuk optimalisasi asupan zat gizi dan pemeliharaan luka operasi yang lebih baik. Kadar protein yang rendah misalnya albumin dan protein total sebagai indikator, akan menghambat proses penyembuhan luka.

7. Riwayat Penyakit Lain
Adakah penyakit yang sewaktu-waktu dapat kambuh,misalnya asma bronkhiale, dan epilepsi. Informasi ini berguna agar kita dapat mempersiapkan berbagai kelengkapan, termasuk obat-obatan apabila penyakit tersebut kambuh.

Jika kita ragu terhadap keadaan umum penderita sebaiknya kita lakukan pemeriksaan lebih lanjut sebelum memutuskan untuk mengkhitan. Pemeriksaan penunjang misalnya pemeriksaan laboratorium, foto rontgen, USG , EKG ataupun echocardiografi.


4.2 Kondisi lokal
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa bentuk penis, meatus urethra eksterna, dan adanya korda. Keadaan penis yang mengalami infeksi bakteri, virus, parasit ataupun jamur perlu diperhatikan. Jika infeksi sekitar prepusium dapat mempengaruhi aliran darah setempat atau jika luka khitan dapat menyebabkan penyebaran infeksi secara hematogen (port the entry) maka proses infeksi harus diatasi dahulu. Demikian juga jika kelainan sulit dikontrol maka tindakan optimalisasi menjadi pilihan. Tumor jinak di prepusium justru dapat dieksisi melalui khitan, kondisi ini tidak merupakan keadaan yang harus diperbaiki, kecuali kalau eksisi pada prepusium tidak dapat menutup defek maka diperlukan tindakan lain misalnya flap.
Keadaan lokal yang perlu mendapat perhatian di antaranya :
1. Kelainan bawaan pada penis seperti hipospadia dan epispadia
2. Inflamasi dan infeksi pada penis
3. Penyakit kulit
4. Tumor Jinak
5. Malignansi
6. Skabies


4.3 Informed Consent
Penjelasan kepada pasien dan atau orangtua/wali adalah tindakan yang mutlak diperlukan. Penjelasan seputar khitan dengan berbagai teknik dan komplikasinya usahakan agar benar-benar dipahami. Penjelasan yang disampaikan harus benar, akurat, dan lengkap. Aspek hukum yang berkaitan dengan informed concent sangat erat kaitannya dengan undang-undang praktek kedokteran.
Dalam UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 45 ayat 3, penjelasan yang disampaikan sekurang-kurangnya mencakup
1. Diagnosis dan tata cara tindakan medis
2. Tujuan tindakan medis yang dilakukan
3. Alternatif tindakan lain dan risikonya
4. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
5. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
Periksa juga surat persetujuan operasi apakah telah diisi dengan lengkap dan ditandatangani dengan benar.
Jika telah mendapat persetujuan secara tertulis, maka pelaksanaan khitan baru boleh dilakukan. Untuk itu perlu dilakukan persiapan yang meliputi persiapan pelaksana, persiapan pasien, persiapan alat dan bahan dan persiapan tempat.

Syarat informed concent adalah :
1. Dilakukan dalam suasana yang terbuka
2. Tidak mendikte atau menggurui
3. Disampaikan dengan bahasa yang dapat dipahami
4. Cek ulang sebelum mengakhiri apakah pasien atau keluarganya memahami apa yang telah disampaikan
Setelah pasien dinyatakan layak operasi, langkah selanjutnya adalah membuat pernyataan izin dari pasien atau orang tua/wali, jika pasien belum dewasa. Setelah ada pengertian dan orang tua/wali menyetujui maka yang bersangkutan mengisi dan menandatangani lembar persetujuan operasi yang telah dibuat dan diketahui oleh seorang saksi. Aspek legal ini harus benar-benar diperhatikan agar operator dapat terlindung dari tuntutan hukum dan orang tua/wali merasa jelas tentang apa yang mungkin terjadi. Contoh catatan medis dapat dilihat pada lampiran.

4.4 Pendekatan Psikologis
Pendekatan kepada pasien dilakukan untuk memberikan rasa aman. Pendekatan dilakukan agar rasa cemas, takut, dan stress bisa diminimalkan.

0 komentar:

Posting Komentar